Peningkatan Ketegangan Geopolitik Di Laut China Selatan
Abstract
Sejak 1947 dan berdirinya Republik Rakyat China (RRC) atau Tiongkok, batas-batasnya relatif tidak jelas dan sengketa teritorial telah menjadi sumber konflik yang kuat dalam hubungan Tiongkok dengan tetangganya. Sengketa Sino-Soviet dan Sino-India pada 1950-an dan 1960-an berakhir dengan kebuntuan, tetapi arena konflik baru telah berkembang pada 1970-an dan 1980-an, yaitu ‘berpindah': Kepulauan Paracel dan Spratly, dengan sumber daya minyak & gas yang berpotensi kaya dan dapat diakses. Penelitian ini dilakukan melalui metode kualitatif dengan pendekatan eksplorasi yang bertujuan untuk menemukan solusi dari suatu masalah setelah mempelajari dan menganalisis faktor-faktor situasional secara menyeluruh. Penelitian ini dapat membantu dalam pembuatan keputusan dalam organisasi negara-negara ASEAN. Karena perbedaan antara pembuatan keputusan yang baik dan buruk sering kali terletak pada prosesnya, penelitian yang dilakukan dengan baik dapat memberikan pengetahuan tentang berbagai langkah yang terkait untuk mencari solusi. Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan dapat menentukan kualitas temuannya. Hasil dan simpulan dari penelitian ini, dampak global yang juga akan menghantui yaitu gangguan terhadap lalu lintas pelayaran. Apalagi wilayah Laut China Selatan (LCS) adalah perairan strategis pelayaran baik komersial maupun militer. Dampak utama perang adalah dampak jangka panjang yang akan merugikan negara mana pun. Pentingnya peran negara untuk selalu hadir di Perairan Natuna yang menjadi wilayah kedaulatan Indonesia yang diklaim melalui Sembilan Garis Terputus (Nine Dash Line). Kehadiran itu bisa diwakili oleh aparat keamanan dan pemerintah maupun penduduk yang aktif sebagai nelayan menjadi simbol negara.